SERIKAT PEKERJA NASIONAL

SERIKAT PEKERJA NASIONAL
BERJUANG UNTUK KEPENTINGAN KAUM BURUH

Sabtu, 04 Januari 2014

KPK Didesak Usut Tuntas Dugaan Skandal Pajak SBY dan Keluarga Yudhoyono

KPK Didesak Usut Tuntas Dugaan Skandal Pajak SBY dan Keluarga Yudhoyono

JAKARTA - Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK) mendesak KPK mengusut tuntas kasus dugaan skandal pajak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarganya. Panglima GALAK Binsar Effendi Hutabarat menyatakan, bahwa KPK yang belakangan ini terlihat begitu ganas dalam memberantas korupsi di Tanah Air sampai menyeret secepat itu seorang politikus yang disegani, yaitu Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lufhti Hassan Ishaak, menjadi tersangka dan langsung ditahan di Rutan KPK Guntur, yang membedakannya dengan tersangka Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng yang sampai saat ini belum juga ditahan.
Untuk itu, Binsar Effendi yang juga Wakil Ketua Umum FKN KAPPI ‘66 mendesak agar KPK tidak mendiskriminasikan kasus dugaan skandal pajak Presiden SBY dan keluarganya, karena dugaan skandal pajak juga sudah tergolong kejahatan korupsi.

Dengan mengutip arahan Presiden SBY pada Peringatan Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia, 10 Desember 2012 di Istana Negara, Jakarta yang mengingatkan kembali, baik KPK maupun lembaga pemberantas korupsi yang lain untuk memberikan atensi khusus yang salah satunya adalah penyimpangan di wilayah perpajakan seperti pembayar pajak atau wajib pajak yang bisa tidak memenuhi kewajibannya.
Petugas pajak juga bisa melakukan korupsi dan bisa terjadi kolusi antara wajib pajak dengan petugas pajak yang merugikan negara. Oleh karena itu, SBY sudah memberikan instruksi kepada jajaran pemerintahan, dalam hal ini vocal point-nya adalah UKP4 dan BKPM untuk membangun sistem monitoring dan pengawasan dengan menggunakan information technology, sehingga dengan model yang bagus dan dengan sistem yang bagus bisa dilakukan tracking.Tracking monitoring dan pengawasan terhadap proses perizinan usaha, proses penyusunan dan penggunaan APBN dan APBD, pembayaran pajak, serta pengadaan barang dan jasa.

Akan tetapi dalam pelaporan pajak tahunan Presiden SBY beserta kedua anaknya, Agus Harimurti dan Edhie Baskoro (Ibas), dalam dokumen yang menunjukkan Surat Pemberitahuan (SPT) Presiden dan kedua anaknya, tidak menyebutkan detail jumlah penghasilan yang didapatkan sepanjang 2011, dan dokumen itu dibenarkan oleh beberapa sumber yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu).
SPT tahun 2011 yang dimasukkan pada kuartal pertama tahun 2012, Presiden disebutkan memperoleh penghasilan Rp. 1,37 miliar selama setahun sebagai Kepala Negara dan tambahan Rp. 107 juta dari beberapa royalti. Dalam dokumen itu terungkap pada 2011, Presiden membuka beberapa rekening bank yang total nilainya mencapai Rp. 4,98 miliar dan US$ 589.188 atau sekitar Rp.5,7 miliar. Dalam SPT itu tak disebutkan detail dari mana sumber keuangan itu.

Padahal Presiden SBY di depan Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2009 ketika memasukkan SPT tahunan menekankan pentingnya warga negara untuk memenuhi kewajiban pajak, termasuk keinginan untuk tranparansi bagi para pejabat publik dengan menciptakan kultur pajak yang berbudaya, menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab.
Sedangkan puteranya, Agus Harimurti, dalam SPT tahun 2011 menyebutkan memperoleh penghasilan tahunan Rp. 70,2 juta. Dokumen pajak itu juga memperlihatkan jika Agus membuka empat rekening bank berbeda dan sebuah akun deposito dengan total Rp. 1,63 miliar. Tak ada informasi di dokumen mengenai sumber-sumber dana tersebut dan pada bagian pendapatan tambahan, termasuk istri Agus, Annisa Pohan, dibiarkan kosong. Agus terdaftar sebagai pembayar pajak sejak tahun 2007, namun baru memasukkan SPT pada tahun 2011.

Lalu Edhie Baskoro, berdasarkan SPT tahun 2011, Ibas memperoleh pengasilan Rp. 183 juta sebagai anggota DPR dari Partai Demokrat. Ia juga memiliki investasi sebesar Rp. 900 juta di PT Yastra Capital, deposito sebesar Rp. 1,59 miliar, dan uang tunai totalnya mencapai Rp. 1,57 miliar.
Ibas tidak menyebutkan dalam SPT pendapatan lainnya seperti pembayaran dividen, donasi, saham ataupun jenis investasi lain. Ia hanya memiliki total aset sebesar Rp. 6 miliar, seperti yang tertulis dalam SPT tahun 2010 termasuk sebuah Audi Q5 SUV dengan harga Rp. 1,16 miliar. Sebagai seorang anggota DPR, Ibas diharuskan melaporkan kekayaan ke KPK, di mana ia menyebutkan total aset pada tahun 2009 sebesar Rp. 4,42 miliar. Dalam SPT tahun 2009, aset Ibas bernilai Rp. 5,18 miliar. Ia tidak menyebutkan adanya sumber pendapatan lain.

Menyusul Dirjen Pajak Kemenkeu Fuad Rahmany mengatakan, seharusnya ada penjelasan rasional jika ada perbedaan data yang mencurigakan dari pembayaran pajak yang dilakukan keluarga Presiden. Sangat mustahil jika keluarga Presiden tidak mengisi SPT dengan benar. Mereka memiliki tim khusus yang menghitung semua kewajiban pajak mereka untuk memastikan akurasinya.Fuad menambahkan, Direktorat Pajak tidak punya otoritas mempertanyakan ke pembayar pajak jika terdapat perbedaan antara akun bank dan penghasilan tahunan mereka. Begitu pula mertua Ibas, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, dipastikan tidak ada kejanggalan dalam laporan pajak Ibas.

Padahal Pasal 9 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan mengamanatkan, bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan.Bahkan UU No 42 tahun 2008 tentang Pilpres angka 6 disyaratkan, untuk melaporkan kekayaan kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara. Dan angka 11 disyaratkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Sejumlah pesan berantai lewat blackberry dan akun jejaring sosial memunculkan isu bahwa ada upaya mengalihkan isu tersebut dengan berbagai cara. Disebutkan pula, ada upaya dari kalangan "internal Istana" untuk mencegah pemuatan laporan investigatif itu hingga menit-menit terakhir sebelum naik cetak. Dugaan publik semacam ini menurut Kepala Staf Investigasi dan Advokasi (Kastaf Invokasi) GALAK Muslim Arbi adalah wajar di tengah banyaknya kasus korupsi kakap yang menumpuk di KPK dan yang tidak  jelas arah penuntasannya.

Namun disayangkan, KPK justru terus melakukan operasi tangkap tangan yang nilai korupsinya disadari oleh publik, tidaklah sebesar yang dilakukan oleh "gurita cikeas". Pertanyaannya, benarkah ada korelasi antara penangkapan Presiden PKS, yang notebene tidak menciduk satu pun pejabat negara, dengan munculnya isu skandal pajak keluarga Istana? Rumor pengalihan isu di balik penangkapan empat orang oleh KPK di Jakarta termasuk Presiden PKS, berhembus. Isu yang coba ditutupi, diduga, adalah skandal pajak Presiden SBY dan keluarganya. Menurut Muslim Arbi yang juga Koordinator Eksekutif (Kooreks) Gerakan Perubahan (GarpU), adalah kewajiban bagi rakyat yang dijamin konstitusi negara untuk tidak membiarkan satu pun kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara lolos dari pengamatan, pengawasan dan penindakan KPK.
Presiden SBY dan keluarganya kata Panglima GALAK Binsar Effendi Hutabarat yang juga Komandan Front Pembela Rakyat (FPR), harusnya memberi contoh kepada rakyatnya bagaimana membayar pajak dengan jujur dan benar. Oleh sebab itu, pihak GALAK mendesak KPK untuk mengusut skandal pajak keluarga SBY ini agar jangan ada tebang pilih menangani kasus titipan demi kepentingan Pemilu 2014. “Bagaimanapun kebusukan akan tetap terkuak juga. SBY ini sangat lihai memainkan operasi intelijen, yakni pengalihan satu isu ke isu yang lainnya. Ini sangat terlihat jelas dengan dibantu oleh beberapa mainstream media besar yang dikuasai oleh konglomerasi tertentu” tandas Binsar Effendi.

Dalam catatan GALAK dari dokumen yang ada, untuk Agus hanya dikenakan pajak berdasarkan pendapatan tahunan saja yaitu Rp. 77 Juta. Bayar pajaknya cuma Rp. 2,7 Juta. Namun Aset berupa tabungan yang berjumlah total Rp. 1,6 milyar tak dikenakan pajak.
Di sini tidak dijelaskan asal muasal dari mana Rp. 1,6 milyar itu didapatkan.Untuk Ibas hanya dikenakan pajak berdasarkan pendapatan tahunan saja yaitu Rp. 183 Juta. Ibas bayar pajak hanya Rp. 20 juta.  Anehnya aset yang berjumah total Rp. 6 milyar tidak dikenakan pajak dan Ibas tak menyebutkan sumber pendapatan lainnya. Sementara untuk SBY pembayaran pajaknya kelihatan agak kurang dibandingkan dengan jumlah kekayaan total Rp. 7 milyar. Padahal seorang seorang Faisal Basri yang mengklaim bayar pajaknya lebih besar dari SBY, merasa nyesek juga atas adanya dugaan skandal pajak SBY. “Dengan demikian, sejatinya KPK sangat terbuka untuk mengusut dugaan skandal pajak ini. Rakyat akan lebih memberi hormatnya jika KPK yang dikomandoi Abraham Samad ini mampu mengusutnya” pungkas Binsar Effendi kepada pers (3/1/2013).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar