SERIKAT PEKERJA NASIONAL

SERIKAT PEKERJA NASIONAL
BERJUANG UNTUK KEPENTINGAN KAUM BURUH

Sabtu, 04 Januari 2014

Rasisme yang Mendarah Daging di Indonesia

Rasisme yang Mendarah Daging di Indonesia

Beberapa pengamen berumur 7-10 tahun menyanyikan lagu yang sangat melecehkan etnis Tionghoa. Mungkin karena saya tidak memberikan uang, mereka kesal lalu menyanyikan lagu yang liriknya sangat vulgar. Beberapa yang saya ingat adalah ”daripada ngurusin Cina, mendingan ngurusin Indonesia.....” lalu ada yang lebih parah, namun tidak pantas apabila saya utarakan di sini karena benar-benar kasar dan pasti bisa membuat etnis Tionghoa marah besar.

Peristiwa ini terjadi pada Minggu 3 Januari 2010 saat saya berhenti di lampu merah antara Emporium Pluit dan Pluit Junction. Karena AC mobil saya rusak, saya membuka jendela sedikit sambil memasang album Imaginenya John Lennon. Terlihat 3 - 5 anak kecil mengamen sambil meminta uang. Awalnya saya acuhkan saja, tapi teman saya mendengar sesuatu dan ia meminta saya mematikan lagu.

Saat mendengar apa yang mereka nyanyikan, saya bisa merasakan teman saya benar-benar kesal. Ia berkata ,” Kecilnya aja udah gitu, ntar gedenya gimana?”. Saya yakin sekali anak-anak kecil itu belum mampu untuk membuat lirik seperti itu, pastilah ada orang dewasa yang mengajarkan. Entah sudah berapa banyak lagu pelecehan seperti ini yang tercipta. Peristiwa ini menunjukkan bahwa rasisme di Indonesia masih ada meskipun reformasi sudah berjalan sejak tahun 1998.

Banyak yang menganggap penyebab kebencian ini adalah kecemburuan sosial, benarkah? Bisa jadi. Menurut Mely G. Tan, ada perasaan kebencian karena kelompok yang hanya kurang lebih 3-4 % penduduk Indonesia menguasai sampai 70% sektor swasta dalam perekonomian Indonesia.

Namun coba kita lihat keadaan di salah satu universitas terkemuka di Jakarta, di mana etnis pribumi yang tingkat ekonominya sejajar atau bahkan lebih tinggi daripada etnis Tionghoa. Mereka berkelompok sesuai dengan etnis mereka sendiri, bahkan menurut teman saya yang beretnis Tionghoa, pelecehan tetap saja terjadi. Menyedihkan memang, mahasiswa yang katanya kaum terpelajar ternyata belum mampu menerima perbedaan etnis. Berarti kecemburuan sosial bukanlah alasan yang signifikan. Untuk menemukan alasan lain, mari kita lihat sejarah diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia.

Kebencian terhadap etnis Tionghoa dimulai pada jaman penjajahan Belanda yang menerapkan politik Devide et Impera (politik memecah belah) dengan cara membagi strata sosial di wilayah jajahannya mirip pembagian kasta. Strata tersebut dibagi menjadi strata atas terdiri dari kaum Eropa, strata dua warga Tionghoa, Arab, dan warga pendatang. Warga pribumi digolongkan dalam strata ketiga atau kasta terendah

Setelah era kemerdekaan, Orde Baru juga melakukan tindakan-tindakan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa yang dilegitimasikan, seperti:
- Pelarangan terhadap huruf & bahasa Tionghoa,
- Pembatasan surat kabar Tionghoa,
- Penutupan sekolah Tionghoa,
- Pembatasan perayaan Imlek dan arak-arakannya (Cap Gome),
- Pembatasan upacara diklenteng dan formalisasi penggunaan istilah cina.

Beruntunglah Indonesia pernah memiliki presiden seperti Gus Dur yang akhirnya menghapus larangan-larangan tersebut. Perayaan Imlek diperbolehkan, Metro TV memiliki program berita dalam bahasa Mandarin (Metro Xin Wen), lalu ada Chen Sing, kontes menyanyi lagu Mandarin di Indosiar. Acara-acara semacam ini tidak mungkin ditayangkan pada jaman Orde Baru.

Jadi, media sudah tidak mendiskriminasi etnis Tionghoa? Tidak juga, saya punya teman yang sering mengikuti casting sinetron. Ia tidak mengaku sebagai etnis Tionghoa karena menurut pengakuannya, ada beberapa rumah produksi yang tidak suka. DI industri musij, eberapa major label vokalis dan gitaris utama beretnis Tionghoa. Bila anda melihat band major label yang vokalis atau gitaris utamanya beretnis Tionghoa, bisa dipastikan mereka dari golongan berada, anda tahu maksud saya kan?

Mari kita bandingkan peristiwa rasisme ini dengan Amerika. Sejak jaman perbudakan kaum kulit hitam di Amerika tahun 1691 akhirnya Barrack Obama, yang notabene seorang kulit hitam akhirnya bisa diterima sebagai presiden AS pada tahun 2008. Amerika membutuhkan 317 tahun untuk menerima kehadiran orang kulit hitam sebagai pemimpin mereka.

Bangsa Tionghoa masuk ke Indonesia (Cirebon) diperkirakan pada abad ke-8 dengan ditandai berdirinya Klenteng Tiao Kak Sie di dekat Pelabuhan Cirebon saat ini. Gelombang kedatangan warga Tionghoa kedua terjadi pada abad ke-15, ditandai dengan terbentuknya kampung pecinan pada tahun 1415 yang didirikan oleh anak buah Laksamana Cheng Ho yang singgah di pelabuhan Muara Jati, Cirebon. Bisa kita lihat bahwa kehadiran etnis Tionghoa di Indonesia lebih lama daripada perbudakan kaum kulit hitam di Amerika. Lalu kapan seorang etnis Tionghoa bisa menjadi presiden Indonesia? Meskipun logis, anda pasti geli membaca pertanyaan ini kan?`

Lalu bagaimana cara menyelesaikan masalah diskriminasi ini? Saya bukan ahli sosiologi, jadi saya hanya bisa mencoba membantu meluruskan pola pikir anda melalui sebuah contoh cerita. Apabila anda sedang memesan makanan di sebuah restoran dan anda tidak suka, maka salah alamat jika anda memaki-maki makanan tersebut. Yang anda lakukan kemudian adalah anda memanggil koki dan complain kan? Karena koki itulah yang bertanggung jawab atas rasa makanan yang ia buat.

Begitu juga dengan kasus ini, seseorang tidak bisa memilih ia ingin dilahirkan menjadi etnis apa. Jadi, pola pikir logis yang benar dari masalah ini adalah, apabila anda tidak suka dengan satu etnis tertentu, silahkan complain ke Sang Pencipta


Sumber:
http://www.kerenbeken.com/home/viewarticle.asp?B_id=2088
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/19/01442252/devide.et.impera.atas.hubungan.china-jawa
http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia
http://books.google.co.id/books?id=8HP9K-GOds8C&pg=PT283&lpg=PT283&dq=diskriminasi+etnis+Tionghoa+di+ Indonesia&source=bl&ots=8zDQJAamW8&sig=GkVZ_v0tbifjZs_GGzpq5SuF8Bw&hl=en&ei=U5FBS8LoNM6HkQWW0N3eDw&sa =X&oi=book_result&ct=result&resnum=5&ved=0CB4Q6AEwBA#v=onepage&q=diskriminasi%20etnis%20Tionghoa%20di %20Indonesia&f=false

Tidak ada komentar:

Posting Komentar